Cari Blog Ini

Arsip Blog

Minggu, 17 Juli 2011

Makalah Kisah Nabi Muhammad SAW


                                                        BAB I                                                      
PENDAHULUAN


Muhammad SAW adalah Nabi dan Rosul yang terakhir yang menyempurnakan Nabi dan Rosul sebelumnya.
Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan ahlak sebagaimana dalam hadits :
اِ نَّمَا بُعِثْتُ لا تَمّمَ مَكَا رمَ الا خْلاَ ق
Artinya :
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan ahlak yang mulia

Nabi Muhammad diutus di kota Mekah untuk menyempurnakan ahlak karena pada masa itu di kota Mekah masyarakatnya menyembah berhala dan masyarakat kota Mekah tergolong kafir Quraisy.
Nabi Muhammad sebagai rohmatan lil ‘alamin sekaligus penyempurna ummat maka oleh sebab itu Nabi Muhammad pilihan Allah sebagai Nabi dan Rosul terakhir. Maka sebagai umat islam kita harus mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir di muka bumi ini, dan tidak ada Nabi dan Rosul terakhir selain Nabi Muhammad SAW.


BAB II
PEMBAHASAN


A.  Masa Kanak-Kanak Muhammad
Muhammad lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal ketika beliau masih dalam kandungan. Pada usia enam tahun, ibunya juga meninggal. Beliau menjadi yatim piatu. Kehidupan yang keras menimpa beliau menjadi manusia pilihan. Sikap ummat islam harus sesuai dengan teladan yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Kelahiran Muhammad didahului oleh peristiwa serangan pasukan gajah ke Mekah. Oleh karena itu, masyarakat Arab menyebut tahun kelahiran Muhammad sebagai Tahun Gajah.
Muhammad adalah anggota kabilah Bani Hasyim. Kabilah ini memiliki kedudukan yang mulia dikalangan suku Quraisy. Kakek Muhammad yang bernama Abdul Muttalib merupakan salah satu kepala suku Quraisy. Beliau memegang jabatan siqayah atau pengawas sumur zamzam. Tugas siqayah adalah menyediakan air yang dibutuhkan oleh para pengunjung Ka’bah. Oleh karena itu Abdul Muttalib menjadi orang yang sangat berpengaruh dikalangan suku Quraisy. Walaupun demikian, Bani Hasyim merupakan kabilah yang sederhana, mereka tidak sekaya kabilah-kabilah lain dalam suku Quraisy.
Ayah Nabi Muhammad SAW adalah bernama Abdullah, ia merupakan salah satu putera Abdul Muttalib. Abdullah meninggal dunia ketika mengikuti kafilah dagang ke Syam. Ia jatuh sakit dan meninggal dunia di Yasrib. Peristiwa itu terjadi tiga bulan setelah Abdullah menikah daengan Aminah binti Wahab, Ibu Muhammad. Aminah binti Wahab berasal dari kabilah Bani Zuhrah, baik dari garis keturunan ayahnya maupun ibunya, Muhammad merupakan keturunan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim.
Tidak lama setelah peristiwa serangan pasukan gajah, Aminah binti Wahab meelahirkan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu adalah Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari senin tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah atau bertepatan dengan 20 April 571 Masehi.

Fihr atau Quraisy
 

Kilab

Qusay


 


Abdu Dar
Abdul Uzza
   Abdul Manaf

        Hasyim

  Abdul Muttalib
    Zuhrah

Abdu Manaf

    Wahab


Abbas
Abu Thalib
      Abu Lahab

Zubair
Hamzah



    Abdullah



 


Muhammad
    Aminah

Pagi harinya, Abdul Muttalib datang ke rumah Aminah setelah mendengar kabar itu. Diangkatnya cucunya itu, diciumnya, didekapnya lalu ia tawaf mengelilingi ka’bah. Seminggu kemudian, Abdul Muttalib mengadakan selamatan, semua orang Qiraisy hadir dan ikut bergembira. Pada saat itulah, Abdul Muttalib memberikan nama Muhammad kepada cucunya itu. Muhammad berarti orang terpuji, Abdul Muttalib berharap agar cucunya menjadi orang yang terpuji di seluruh dunia.

B.  Muhammad Dalam Masa Asuhan
Menurut kebiasaan orang arab, anak-anak yang baru lahir disusukan kepada wanita desa. Udara desa yang bersih sangat baik bagi pertumbuhan anak. Pergaulan masyarakat desa juga sangat baik. Penduduk Mekah berharap, anak-anak mereka dapat tumbuh sehat dan memiliki sopan santun yang baik. Selain itu anak akan lebih fasih berbahasa Arab apabila mereka tinggal di desa, demikian juga Muhammad.
Ketika Muhammad lahir, ibu-ibu dari desa Sa’ad datang ke Mekah. Mereka menghubungi keluarga-keluarga yang akan menyusukan anaknya. Desa Sa’ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah dan dekat dengan Taif. Desa itu terletak di daerah pegunungan sehingga udaranya tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.
Ibu-ibu berharap dapat mengasuh anak-anak orang kaya sehingga mendapat upah yang banyak. Diantara ibu-ibu itu terdapat wanita bernama Halimah binti Abi Dua’ib As-Sa’diyah, keluarganya termasuk miskin. Ia juga berharap bias mengasuh anak orang kaya. Oleh karena itu ketika menemui Aminah, ia belum mengambil keputusan karena Aminah juga orang miskin. Kemudian Halimah menemui suaminya yang bernama Haris, Halimah berkata bahwa ia telah keluar masuk lorong untuk mencari anak asuh, akan tetapi Halimah tidak menemukan anak kecuali seorang anak yatim. Halimah mengatakan bahwa ia tidak sanggup mengasuhnya karena orang tuanya miskin. Walaupun demikian, Halimah mengatakan bahwa ia tertarik untuk mengasuh anak itu. Anak itu memiliki wajah yang berseri-seri serta pandangannya tajam.
Haris kemudian mendesak Halimah agar mengambil anak itu. Akhirnya Halimah mengambil Muhammad, Aminah dan Abdul Muttalib pun melepaskannya dengan senang hati. Dengan mengasuh Muhammad, Halimah berharap agar Tuhan memberkati seluruh keluarganya.
Harapan Halimah dan suaminya menjadi kenyataan, kehadiran Muhammad dalam keluarga miskin itu membawa berkah. Kambing yang mereka pelihara menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan lebih banyak susu. Rumput yang digunakan untuk menggembala kambing juga tumbuh subur, kehidupan keluarga mereka menjadi cerah dan bahagia.
Dalam masa kanak-kanak, Muhammad telah menunjukkan tanda-tanda kenabian. Ia sangat berbeda dengan anak-anak lainnya, pada usia 5 bulan, ia sudah pandai berjalan, pada usia 9 bulan Muhammad sudah bias berbicara. Pada usia 2 tahun ia sudah bias dilepas untuk menggembala kambing bersama anak-anak Halimah. Pada usia itu, ia berhenti menyusu, saatnya pun tiba bagi Halimah untuk mengembalikan Muhammad kepada ibunya. Dengan berat hati Halimah harus berpisah dengan anak asuh yang membawa berkah itu. Aminah sangat bahagia melihat anaknya kembali dengan segar bugar.
Perpisahan Halimah dengan Muhammad tidak berlangsung lama. Kota Mekah diserang wabah penyakit, untuk menjaga keselamatannya Aminah kembali menyerahkan Muhammad kepada Halimah.
Dalam masa asuhnya kali ini, Halimah dan anak-anaknya sering menemukan keajaiban. Anak-anak Halimah sering mendengar suara orang memberikan salam kepada Muhammad, “Assalamualaikum, ya Muhammad”. Padahal mereka tidak melihat siapa pun.
Pada saat lain anak Halimah yang bernama Dimrah pulang dari bermain sambil menangis, ia berkata bahwa ada orang yang menangkap Muhammad. Orang itu besar-besar dan berpakaian putih-putih. Halimah kemudian bergegas menyusul Muhammad, sesampainya di sana ia menjumpai Muhammad tengah sendirian menengadah ke langit.
Setelah ditanya Halimah, Muhammad berkata “ada dua malaikat turun dari langit, mereka memberikan salam kepadaku. Mereka kemudian membaringkanku, membuka bajuku, membelah dadaku dan membasuhnya dengan air yang mereka bawa. Mereka lalu kembali manutup dadaku, aku tidak merasa sakit dan tidak ada bekasnya, kedua malaikat itu baru saja menghilang ke angkasa.” Sejak kejadian itu, Halimah merasa takut, ia merasa tidak mampu lagi mengasuh Muhammad. Pada usia 4 tahun, Halimah mengembalikan Muhammad kepada Aminah.
Pada suatu hari, Aminah membawa Muhammad untuk berziarah ke makam ayahnya di Yasrib (Madinah). Mereka ditemani seorang pembantu wanita yang bernama Ummu Aiman. Setelah berziarah dan mengunjungi beberapa keluarganya di Yasrib, mereka pulang ke Mekah. Setibanya di kampung Abwa, Aminah mendadak jatuh sakit, kampung itu kurang lebih berjarak 37 km dari Yasrib. Beberapa hari kemudian, Aminah meninggal dunia, ia di makamkan di kampung tersebut.
Sesampainya di Mekah, Abdul Muttalib menyambut kedatangan Muhammad dengan rasa haru dan duka. Dalam usia 6 tahun, Muhammad telah menjadi seorang yatim piatu. Setelah itu Muhammad diasuh oleh kakeknya. Dua tahun kemudian Abdul Muttalib meninggal dunia, Abdul Muttalib meninggal dunia karena sakit tua. Sebagai gantinya, Abu Thalib kini mengasuh Muhammad, diantara paman-pamannya hanya Abu Thalib yang menyerupai kakeknya. Walapun miskin, ia sangat disegani dan dihormati oleh masarakat suku Quraisy.

C.  Masa Kemandirian Muhammad
Segala cobaan yang dialami dalam masa kecil, membuat Muhammad mempunyai mental baja. Ia tidak menggantungkan diri kepada orang lain dan selalu bekerja keras. Dalam asuhan Abu Thalib, Muhammad tumbuh menjadi remaja yang tahan banting, Muhammad menyadari bahwa dirinya adalah anak yatim piatu. Ia juga menyadari bahwa pamannya Abu Thalib adalah orang yang kurang mampu. Oleh karena itu Muhammad bekerja membantu pamannya dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Bertemu Pendeta Buhairah
Kehidupan yang keras telah menimpah Muhammad menjadi pribadi yang kuat. Tidak lama setelah melahirkan Muhammad harus berpisah dengan keluarganya, ia diasuh oleh Halimah As-Sa’diyah dari bani Sa’ad. Disana Muhammad terbiasa dengan kehidupan pedesaan yang serba kekurangan, ia juga sudah terbiasa menggembalakan kambing atau domba bersama dengan anak-anak bani Sa’ad lainnya.
Pada usia 6 tahun, Muhammad diasuh oleh Abu Thalib. Seperti kebanyakan masyarakat lainnya, Abu thalib mencacri nafkah dengan beternak domba dan berdagang. Oleh karena itu Muhammad membantu pekerjaan pamannya dengan rajin. Pada pagi  hari, ia menggiring dombanya ke padang rumput, Muhammad terkenal rukun dalam mengawasi domba-dombanya. Ia juga berani menjaga domba-dombanya dari ancaman binatang buas. Kehidupan seperti itu melatih kesabaran, keberanian dan ketekunan. Kelak hal itu menjadi penentu keberhasilannya dalam berdakwah.
Disamping itu Muhammad juga membantu pamannya dalam berdagang. Ia tidak malu harus pergi ke pasar mengantarkan barang dagangan, dalam berdagang Muhammad menunjukkan sifatnya yang jujur dan dapat dipercaya.
Saat berusia 12 tahun, Muhammad telah tumbuh dengan badan yang sehat dan kuat. Siapa saja yang bergaul dengannya akan merasa senang. Suatu hari, Abu Thalib akan bergabung dengan sebuah Kafilah untuk berdagang ke negeri Syam. Muhammad yang masih muda meminta izin kepada pamannya agar diperbolehkan ikut. Dengan berat hati, Abu Thalib mengizinkan. Perjalanan menuju Syam sangat berat bagi anak yang berusia 12 tahun, dalam perjalanan itu kembali terjadi keajaiban yang menjadi tanda kenabian Muhammad.
Iringan kafilah Abu Thalib bergerak ke utara menuju Syam, sinar matahari yang terik membakar kafilah tidak dirasakan Muhammad, segumpal awan diatas kepalanya selalu bergerak memayunginya.
Awan itu menarik perhatian seorang pendeta kristen yang bernama Buhairah. Ia memperhatikan kafilah itu dari atas biaranya di Busra. Ia menguasai betul isi Taurat dan Injil. Hatinya bergetar ketika melihat dalam rombongan itu ada seorang anak yang terang benderang sedang mengendarai unta. Anak itu terlindung dari sorotan matahari oleh segumpal awan, ia berfikir “inikah roh kebenaran yang dijanjikan itu ?”
Dia kemudian berlari menyongsong kafilah itu dan mengundang mereka untuk makan. Dalam kesempatan itu , ia berbincang dengan Abu Thalib dan Muhammad sendiri. Darei perbincangan itu ia merasa yakin bahwa anak itu adalah Nabi Akhir Zaman.
Oleh karena itu, ia kemudian berpesan kepada Abu Thalib agar menjaga anak itu baik-baik. Apabila orang Yahudi megetahui hal itu, mereka akan berusaha membunuhnya. Orang yahudi memang pernah berusaha membunuh Nabi-Nabi yang diutus kepada mereka sebelumnya.
Mendengar nasihat pendeta Buhairah, Abu Thalib bergegas berangkat menuju Syam. Setelah segala urusannya selesai ia segera pulang ke Mekah, ia merasa khawatir jangan-jangan orang Yahudi sudah mengetahui hal itu. Abu Thalib merasa memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk menjaga Muhammad.

D.  Mendapat Gelar Al-Amin
Ketika Muhammad berusia 13 tahun, suku Qurasy berperang melawan suku Hawazin. Perang itu disebut perang Fijar. Fijar artinya melanggar kesucian. Perang itu disebabkan suku Hawazin menyerang suku Quraisy pada bulan Zulkaidah. Padahal bulan Zulkaidah termasuk bulan haram, artinya bulan yang diharamkan berperang. Muhammad ikut membela sukunya dalam perang itu, ia bertugas menyediakan anak panah bagi pamannya, akan tetapi Muhammad belum pernah membunuh musuhnya.
Akibat perang itu, ka’bah menjadi tidak ramai pada musim haji. Hal itu menyebabkan pendapatan penduduk Mekah berkurang, rakyat kecil banyak yang menderita, Muhammad juga ikut bekerja keras membantu pamannya Abu Thalib. Penghasilan yang ia dapatka sebagian digunakan untuk membantu orang yang kekurangan. Berkat bantuannya, usaha Abu Thalib makin berkembang.
Dalam berdagang Muhammad selalu menjunjung tinggi kejujuran, relasinya makin banyak. Mereka senang berhubungan dengan Muhammad, mereka senang karena Muhammad tidak menipu dam berdagang dan dapat dipercaya. Hal itu berbeda dengan pedagang lainnya, oleh karena itu orang-orang kemudian menjulukinya Al-Amin yang berarti orang yang dapat dipercaya.
Cara berdagang Muhammad yang seperti itu juga menarik perhatian banyak orang. Salah seorang pedagang yang tertarik kepadanya adalah Khadijah binti Khuwailid. Ia seorang janda dan saudagar yang kaya raya.

E.  Menikah Dengan Khadijah
Pada waktu berusia 25 tahun, Khadijah meminta Muhammad untuk membawa dagangannya ke Syam. Sejalan dengan usianya yang bertambah dewasa, Muhammad ingin segera hidup mandiri. Oleh karena itu permintaan Khadijah tersebut disanggupinya, ia dibantu oleh Maisarah seorang pembantu Khadijah.
Sejak awal pertemuannya dengan Muhammad, Khadijah sudah tertarik melihat penampilan Muhammad, ia berpenampilan sopan dan wajahnya tampan, sekembalinya dari Syam Muhammad berhasil meraih untung yang besar. Hal itu menambah ketertarikan Khadijah kepada Muhammad.
Demikianlah, akhirnya Khadijah menikah dengan Muhammad. Pada saat itu usia Khadijah 40 tahun sedangkan Muhammad 25 tahun. Menurut riwayat lain, usia Khadijah saat itu adalah 35 tahun. Walapun berbeda usia mereka tetap bahagia. Allah menganugerahkan 6 orang anak kepada mereka, 2 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Namanya adalah Al-Qashim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum dan Fatimah. Namun Al-Qashim dan Abdullah meninggal dunia pada masa kanak-kanak, kemudian Muhammad mengangkat Zaid bin Harisah sebagai anak, sebelumnya Zaid bin Harisah adalah budak Khadijah.

F.   Teladan Muhammad Dalam Keluarga
Rumah tangga atau keluarga merupakan bagian terkecil dari suatu masyarakat atau negara. Keluarga merupakan tempat menumpahkan segala permasalahan, keluarga adalah tempat berbagi suka dan duka. Demikian juga Muhammad, Khadijah merupakan teman dalam berbagi suka dan duka, khadijah memberikan bantuan yang sangat besar dalam tugas kenabiannya kelak.
Tujuan orang berumah tangga adalah mewujudkan keluarga yang sakinah atau keluarga yang berbahagia. Dalam usaha untuk mencapau tujuan itu, Muhammad telah memberikan teladan kepada kita semua.
Setiap masalah harus diselesaikan semua anggota keluarga. Ketika pakaiannya sobek, Muhammad menjahitnya sendiri, walaupun Muhammad seorang laki-laki, ia tidak malu bila harus menjahit. Menjahit bukanlah kepandaian kaum perempuan saja. Demikian pula ketika sandalnya rusak, muhammad memperbaikinya sendiri. Dengan demikian semua anggota keluarga hendaknya saling menolong untuk mewujudkan cita-cita.
Selain itu, semua anggota keluarga tidak boleh kikir dalam membelanjakan harta. Apalagi jika harta itu digunakan untuk kepentingan agama, dalam membantu perjuangan Muhammad, Khadijah menggunakan seluruh harta bendanya.
Suatu ketika, Khadijah meminta tolong Muhammad untuk membelikannya buah delima, padahal waktu itu belum musim buah delima. Dengan susah payah Muhammad berhasil mendapatkan sebutir buah delima. Buah itu pun dibelinya dengan harga yang mahal. Setelah itu Muhammad bergegas pulang, di tengah jalan Muhammad menjumpai seorang anak laki-laki yang terlihat bingung dan sedih. Muhammad bertanya “Mengapa kau kelihatan sedih teman?” dengan enggan laki-laki itu menjawab “Istriku sedang hamil, ia meminta buah delima, seharian aku mencari kemana-mana tetapi aku tidak mendapatkannya, dia pasti sangat sedih”, laki-laki itu tertunduk dan menitikkan air mata. Melihat hal itu Muhammad merasa terharu, tanpa pikir panjang ia serahkan buah delimanya kepada laki-laki itu. Laki-laki itu kelihatan senang, berkali-kali ia mengucapkan terima kasih kepada Muhammad.
Muhammad kemudian pulang, sesampainya di rumah ia menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya kepada Khadijah. Mendengar cerita suaminya, Khadijah terdiam ia kemudian tersenyum dan berkata “kalau memang buah delima yang engkau berikan kepada orang yang membutuhkan, aku ikhlas, itulah sedekah kita”.

                                                                                                                   
DAFTAR PUSTAKA


Ny. Hj. Hadiyah Salim. 2006. Qishashul Anbiya. Bandung : Almaarif.

Sugeng, Sugiharto. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar