Cari Blog Ini

Arsip Blog

Minggu, 17 Juli 2011

Makalah Tanda Baca Dalam Al-Qur'an


BAB II
PENDAHULUAN


1.    Latar  Belakang
Pada mulanya mushaf Al Qur’an ditulis oleh para sahabat tidak dilengkapi dengan pencantuman tanda bantu baca. Oleh karena itu para Sahabat dan para tabi’in adalah orang-orang yang fasih bahasa arab, yaitu bahasa yang menjadi standar penulisan Al Qur’an. Oleh karenanya hal ini tidak menimbulkan masalah. Namun seiring dengan maikn tersiarnya agama islam diantara bangsa-bangsa non arab, timbul kekhawatiran akan terjadinya kesalahan pembacaan Al Qur’an.
Kesalahan pembacaan ini mempunyai resiko terjadinya perubahan arti atau pengertian. Oleh karenanya, pada massa dinasti muawiyah, Abul Aswad Ad Duali berinisiatif untuk mencantumkan tanda bantu baca yang dituliskan dengan tinta yang berbeda warnanya dengan tulisan Al Qur’an. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya. Oleh karena makin lama tanda bantu baca ini makin sama warna dengan tulisan Al Qur’an, maka justru menyulitkan pembacanya, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan tanpa mengurangi maksud. Kemudian Al Kalil berinisiatif memperbaharui tanda bantu baca tersebut. Usaha ini terus berlanjut, tanda bantu baca mengalami proses penyempurnaan menuju bentuk tanda bantu baca seperti yang ada pada masa kini.
Penyebutan dengan istilah tanda bantu baca dan bukan tanda baca disini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada satu sisi, baik bagi mereka yang telah fasih / menguasai bacaannya, mampu membaca tanpa bantuan tanda baca. Namun pada sisi yang lain, oleh karena Al Qur’an diturunkan untuk semua umat, baik bagi mereka yang telah fasih mapun baru belajar, kepada mereka yang  berasal dari latar belakang pendidikan yang beraneka ragam, baik bagi mereka yang berbahasa arab maupun bukan dan sebagainya. Maka pencantuman tanda baca untuk membantu siapapun yang berkehendak untuk mempelajari Al Qur’an tetaplah diperlukan. Apalagi kita yang hidup dimasa sekian abad setelah masa para sahabat dan tabi’in. Bahkan bagi yang telah fasih pun masih memerlukannya untuk mengontrol pengucapan.

Pemberian Harakat (Nuqath al-I’rab)
Naskah mushaf usmani generasi pertama adalah naskah yang ditulis tanpa alat bantu baca yang berupa titik pada huruf (Nuqath al-I’jam) dan harakat (Nuqath al-I’rab) yang lazim kita temukan hari ini dalam bebagai edisi mushaf Al Qur’an. Langkah ini sengaja ditempuh oleh khalifah Utsman r.a. dengan tujuan agar rasm (tulisan) tersebut dapat mengakomodir ragam qira’at yang diterima lalu diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dan ketika naskah-naskah itu dikirim ke berbagai wilayah, semuanya pun menerima langkah tersebut, lalu kaum muslim pun melakukan langkah duplikasi terhadap mushaf-mushaf tersebut terutama untuk keperluan pribadi masing-masing. Dan dupliksi itu tetap dilakukan tanpa adanya penambahan titik ataupun harakat terhadap kata-kata dalam mushaf tersebut. Hal ini berlangsung selama kurang lebih 40 tahun lamanya.
Ketika masa semakin lama, semakin bersalah dan lisan orang arab mulai terpengaruh bahasa luar akibat asimilasi bahasa asing. Para ahli merasakan pentingnya penulisan kembali mushaf yang dibubuhi dengan harakat dan titiknya dan tanda-tanda lain yang dapat membantu kaum muslimin dalam membacanya.
Pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib beliau memerintahkan kepada Abu Aswad ad-Dualiy untuk menyusun gramatika bahasa arab yang disebut nahwu. Untuk menjaga kebenaran pengucapan maupun ketetapan Al Qur’an sesuai dengan yang telah di wahyukan kepada Rosulullah, dari sinilah awal berkembangnya ilmu I’rabil Qur’an. Penyempurnaan ini bertahap, awalnya merupakan bentuk-bentuk titik. Fattah ditulis dengan titik diatas huruf, domah diatas akhir huruf dan kasrah dibawahnya. Kemudian disempurnakan dengan harakat yang diambil dari huruf, fattah diambil dari alif yang terlentang diatas huruf, kasroh diambil dari huruf alif yang terlentang dibawah huruf. Dan domah diambil dari huruf wawu yang ditulis diatas huruf, sedangkan tanwin dibentuk dengan mendoublekan penulisan masing-masing tanda tersebut.
Pada awalnya para ulama enggan menuliskannya karena dikhawatirkan merupakan penambahan Al Qur’an, kemudian perkara itu dibolehkan bahkan disuruhkan. Menurut para ulama diantaranya Ibnu Abi Daud berkata : tidak apa-apa tentang pembubuhan tanda-tanda baca. Imam Nawawi berkata : pembubuhan tanda baca dalam mushaf disunatkan karena menjaga lahan kesalahan baca dan tahrief perubahan makna.
Menurut beberapa peneliti seperti Buidi, Israil Wilfinson dan Dr. ‘Izzat Hasan, menyimpulkan bahwa tanda harakat ini sebenarnya dipinjam oleh bahasa arab dan bahasa syriak. Tetapi mengutip al-A’zhamy – Yusuf Dawud Iqlaimis, Biskop Damaskus, menyatakan : “ini jelas yakin tnpa diragukan bahwa pada zaman yakub dari Raha yang meninggal diawal abad kedelapan masehi, disana tidak ada metode tanda diakritikal dalam bahasa syriak, tidak dalam huruf hidup bahasa yunani maupun sistem tanda titiknya.

2.    Macam-macam Tanda Baca Dalam Al Qur’an
Tanda baca yang dapat dikenal dalam Al Qur’an :
1)      (  ُ  ) Sering disebut sebagai dhammah yang kedudukannya marfu’ (diangkat atau ditinggikan)                                                                               ضَمَّةٌ
2)      ( َ  ) Sering disebut sebagai fathah yang berarti bukaan kedudukannya adalah rasab (dibatasi)         فَتْحَةٌ                                                                      
3)      (  ِ   ) Sering disebut sebagai kasrah yang kedudukannya dikristalkan atau dipadatkan (jaar)   كََسْرَةٌ                                                                              
4)      (  ْ   ) Sering disebut sukun, atau jazm yang kedudukannya kosong atau mati
5)      (  ٰ  ) Sering disebut fathah panjang atau mad’i  yang kedudukannya sama dengan alif atau alif mati.
6)      ( ّ ) Sering disebut tasydid atau syaddah yang kedudukannya adalah ditekankan atau dikuadratkan.
7)      (  ً   ) Sering disebut fathahtain, fathah ganda.
8)      (  ٍ   ) Sering disebut kasrahtain, kasrah ganda.
9)      (   ٌ   ) Sering disebut sebagai dhammahtain, tanwin dhammah.         
Dalam ilmu Nahwu atau Tajwid, tanda baca semacam itu sangat diperhatikan sebagai upaya untuk mentashih bacaan Al Qur’an yang dibunyikan atau dilafalkan
DAFTAR PUSTAKA


Anharudin, Lukmana Saksono, Lukman abdul Qohal Sumabrata. 1997. Fenomenolohi Al Qur’an. Bandung : PT. Alma ‘Arif.

http:/www.freewebs.com/qitri/02 prolog.htm.

http:/www.ir4net.co.cc/2010/08/tanda-baca-atau-syakal-dalam –al qur’an.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar