A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya pola pemikiran filsafat, mengacu pada pola pemikiran yang rasional. Estetika dalam bahasa dapat diartikan sebagai suatu keindahan sedangkan dalam filsafat, estetika merupakan suatu nilai. Maka estetika dan pendidikan islam berhubungan erat dengan filsafat dan merupakan bagian dari filsafat pendidikan, yaitu yang dikenal dengan nama “aksiologi” yakni cabang filsafat.
B. PENGERTIAN ESTETIKA DAN PENDIDIKAN ISLAM
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa yang dinamakan estetika adalah suatu keindahan yang nampak. Sedangkan pendidikan islam merupakan sebuah pendidikan yang dianjurkan sesuai dengan ketentuan syariat islam.
Sedangkan pengertian estetika menurut filsafat adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni berdasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola dan bentuk.
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan (Russel), pertanyaan (Langer), atau issues (Farber) mengenai keindahan, menyangkut ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku dan pemikiran seniman, seni serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia (The Liang Gie, 1976).
Estetika meliputi banyak bidang lainnya. Hal ini akan dibahas dalam lingkup estetika filsafati dan estetika ilmiah. Selain itu, dalam memahami estetika, kita perlu memahami istilah lain yang berhubungan dengan kesenian, khususnya teori kesenian yang untuk sebagian besar mempunyai kaitan bahkan persamaan dengan filsafat seni.
Dalam Craig (2005), Marcia Eaton menyatakan bahwa konsep-konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berkaitan dengan deskripsi dan evaluasi objek serta kejadian artistik dan estetika. Edmund Burke dan David Hume pernah membicarakan masalah estetika ini dengan cara menjelaskan konsep estetika secara empirik, yaitu dengan cara mengamati respons psikologis dan fisik yang dapat membedakan individu satu dengan yang lainnya untuk objek dan kejadian berbeda. Mereka berupaya untuk melihat estetika ini dalam sudut pandang objektif. Sebaliknya, Immanuel Kant berpendapat bahwa konsep estetika itu bersifat subjektif, tetapi ia menyatakan bahwa pada taraf dasar manusia secara universal memiliki perasaan yang sama terhadap apa yang membuat mereka nyaman dan senang ataupun menyakitkan dan tidak nyaman
C. FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN ESTETIKA PENDIDIKAN
Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada predikat keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :
1. Seni bagaimana penembusan terhadap realitas, selain pengalaman.
2. Seni sebagai alat kesenangan.
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.
Namun lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendiidkan hendaknya nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan, yakni dengan menggunakan estetika moral, dimana setiap persoalan pendiidkan islam dilihat dari perspektif yang mengikutsertakan kepentingan masing-masing pinak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan islam)
Islam cinta akan keindahan dan keindahan / seni tersebut dapat diterapkan pada pembelajaran. Contohnya penerapan dalam seni mengajar yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap peserta didik.
Ilmu pengetahuan akan mudah didapat apabila pendidik menerapkan estetika dalam pembelajaran.
1. Seni sebagai penembusan terhadap realitas
Merupakan suatu kenyataan (fakta) seringkali seni ditampilkan sesuai dengan keadaan setempat. Contoh : pendidik memperagakan cara membersihkan lantai dengan benar, karena pada kenyataannya lantai memang harus selalu dibersihkan.
2. Seni sebagai alat kesenangan
Seni dikatakan sebagai alat untuk menyalurkan sebuah kesenangan manusia tatkala manusia sedang januh / bosan pada suatu hal, ataupun pada kehidupannya. Pengekspresian seni ini bisa dicontohkan dengan bernyanyi ataupun yang lainnya.
3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman
Ekspresi seni dapat pula ditampilkan oleh seorang pendidik ketika pembelajaran berlangsung sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh pendidik tersebut.
1. Prinsip Estetika
Telah diutarakan bahwa pada antikuitas Hellenistik secara umum, telah ditemukan prinsip estetika sebagai bahan pertimbangan. Prinsip ini dapat diberikan sebagai prinsip bahwa keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan sensous mengenai kesatuan dalam kemajemukan. Apakah hakikat keindahan merupakan karakteristik presentasi yang dialami ?
Pemikiran Hellenik menjawabnya secara formal. Alasannya menurut kaum Hellenik bahwa seni pertama kali muncul sebagai reproduksi dari realitas yang merupakan alasan ditentang analisis estetika karena berpegang teguh pada signifikan konkret mengenai keindahan dalam diri manusia dan alam.
Teori yang bersangkutan dengan keindahan mempunyai tiga prinsip yang membangun kerangka kerja spekulasi. Hellenistik mengenai alam dan nilai keindahan namun hanya satu yang dianggap sebagai judul yang lebih tepat bagi “teori estetika”. Adapun dua prinsip lainnya lebih dekat pada masalah-masalah moral dan metafisik meskipun akar keduanya adalah asumsi metafisik yang juga memadai untuk batasan analisis estetik. Prinsip ketiga dianggap sebagai kondisi ekspresi yang abstrak.
Asumsi metafisika diperuntukan dalam membangun pikiran bahwa representasi artistik tidak lebih daripada realitas biasa, ialah realitas seperti dipresentasikan terhadap sense persepsi dan perasaan normal. Hal itu berkaitan dengan objek persepsi yang biasa terhadap orang dengan tujuan-tujuannya. Jadi asumsi metafisika merupakan subjek untuk reservasi dalam hubungannya dengan cara eksistensi yang kurang solid dan lengkap daripada yang terdapat dalam objek untuk mengambil suatu penilaian.
Objek persepsi, umumnya dianggap sebagai standar seni. Dalam objek persepsi terdapat suatu baris yang tidak mungkin diatasi dalam menghadapi identifikasi keindahan dengan ekspresi spiritual yang hanya dapatditangkap oleh persepsi tingkat tinggi. Dengan kata lain, untuk menerima imitasi atas alam dengan pengertian yang paling luas sebagai fungsi seni, sangat mudah untuk menyatakan bahwa masalah keindahan adalah nyata dalam kemungkinan yang paling kasar sehingga menghendaki ketidakmampuan total untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain bahwa materi presentasi keindahan merupakan sesuatu yang diangkat dari objek persepsi, indera tidak menyentuh pertanyaan, “ apa yang dapat seni perbuat, lebih daripada yang dilakukan alam ?” timbul pertanyaan lain “ dalam segi apakah ?” Jawabannya adalah dalam kondisi dan karakter umum. “Apakah suatu realitas ditampilkan atau ditampilkan kembali sebagai keindahan ?”. untuk menjawabnya kita telah mengangkat pertanyaan spesifik mengenai ilmu estetika. Terhadap teori kepandaian meniru, timbul pertanyaan baru, “ Bilamana suatu realitas menampilkan diri ?”. Hal tersebut merupakan kebaikan suatu model seperti yang lainnya, memiliki ex hipotesis yang tidak terjawab.
2. Konsep Estetika
Konsep estetika merupakan konsep-konsep yang berasosiasi dengan istilah-istilah yang mengangkat kelengkapan estetik yang mengacu pada deskripsi dan evaluasi mengenai pengalaman-pengalaman yang melibatkan objek serta kejadian artistik dan estetik. Pertanyaan-pertanyaan epistemologis, psikologis, logis dan metafisik telah diangkat sebagai perlengkapan analog dengan hal yang telah diangkat terhadap konsep-konsep itu.
Pada abad ke-18, seperti Edmund Burke dan David Hume berusaha menerangkan konsep estetik. Sebagai contoh keindahan secara empiris dengan cara menghubungkannya dengan respon-respons fisik dan psikologis, serta mengelompokkannya ke dalam tipe-tipe penghayatan individual atas objek-objek dan kejadian-kejadian yang berbeda. Jadi mereka melihat suatu dasar untuk objektivitas reaksi-reaksi pribadi. Kant menyatakan bahwa konsep estetik secara esensial bersifat subjektif ialah berakar pada perasaan pribadi mengenai rasa senang dan sakit. Ia juga menyatakan bahwa konsep-konsep itu memiliki objektivitas tertentu pada dasar bahwa pada taraf estetik murni, perasaan sakit dan senang merupakan respons yang universal.
Pada abad ke-20 para filosof kembali mengacu pada analisis Humean mengenai konsep-konsep estetik melalui patokan cita rasa kemanusiaan dana telah mengembangkan pertimbangan psikologis untuk mencoba melahirkan keunikan epistemologis dan logis mengenai konsep estetika. Banyak orang berpendapat bahwa meskipun tidak ada hukum-hukum estetika, seperti semua bunga mawar adalah indah atau bahwa musik simfoni memiliki empat gerakan dan dikonstruksikan dengan aturan dan harmoni barok akan menjadi menyenangkan. Konsep-konsep estetika tidak memainkan peranan penuh dalam diskusi atau perdebatan. Beberapa filosof berargumentasi lain, bahwa konsep-konsep estetik secara esensial berbeda dengan tipe-tipe konsep lainnya.
Teori-teori masa kini melihat bahwa konsep-konsep estetik merupakan context-dependent-dikonstruksi diluar pendapat dan kebiasaan, misalnya teor-teori mereka menolak pendapat, bahwa konsep-konsep estetik dapat bersifat universal. Misalnya tidak hanya tidak ada jaminan bahwa istilah harmoni akan memiliki arti yang sama pada kultur yang berbeda, sama sekali tidak dapat digunakan.
D. PENUTUP
Estetika dan pendidikan islam merupakan suatu kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Estetika terkait dengan seni dan nilai-nilai pendidikan islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar